Jumat, 15 Oktober 2010

PUISI HATI

Suatu hari, seorang kawan bertanya kepada saya, “Jika kau jadi seorang penulis, ke mana arah kamu ingin fokuskan: Puisi ataukah Cerita?” Saya terbelalak dengan pertanyaannya yang menarik itu. Kebanyakan, orang cenderung untuk bimbang sejenak untuk menjawab pertanyaan mudah tersebut, yang secara seketika menempatkan mereka di antara pilihan dan pilihan. Secara mengejutkan, saya juga tidak tertarik untuk menjawab pertanyaan ini demi mengejutkan dia juga. Tanpa keberpihakan, saya biarkan kedua pilihan itu di tempatnya masing-masing. Lalu, jawab saya: “Cerita memberikan saya lebih banyak ruang untuk menumpahkan pikiran-pikiran dan ide-ide saya; di saat yang sama, puisi membiarkan saya berdansa dengan gaya, memampukan untuk menceritakan kisah dan tetap menjaga misteri di dalamnya.” Puisi datang dari hati, menurut saya. Saya cenderung untuk menuliskannya dari pikiran saya, tapi dengan kesadaran bahwa pikiran saya hanyalah sebuah ruang untuk memenuhi kenangan temporal. Tidak seperti hati, ruang khusus yang mampu menjaga kenangan-kenangan abadi, entah sedih atau senang, marah pun tenang; dimana kata-kata dengan mudah terbentuk di atas kertas. Ada kesadaran bahwa pikiran kita juga berperan dalam menulis, tetapi, pikirkanlah lagi: tanpa hati, bagaimana sebuah kata mampu mengekspresikan rasa tentang kebenaran dan kebohongan? Benar, semua orang di bumi dapat membuat puisi. Sama seperti semua orang dapat berdansa, tapi tidak semua orang dapat berdansa dengan baik. Baca kembali baris ini, “.. puisi membiarkan saya berdansa dengan gaya, memampukan untuk menceritakan kisah dan tetap menjaga misteri di dalamnya.” Puisi adalah kesenian, dan kesenian adalah indah. Untuk kebanyakan mata, mereka tidak dapat melihat keindahan yang sesungguhnya di sela-sela baris kata. Perlu kesabaran penuh untuk menemukan hati yang terbuat dari emas. Hati kita memampukan kita untuk melangkah masuk ke dunia yang kita inginkan. Di saat yang bersamaan, pikiran kita mungkin mampu berpikir dengan bebas, tapi tidak dilengkapi tiket untuk mencapai keindahan sejati kita. Selama pengalaman saya, selalulah sulit untuk menulis dengan pikiran dan bukan dari hati. Kata-kata yang kita gunakan membutuhkan hati untuk menentukan perasaan yang benar, di saat pikiran semestinya berfungsi untuk memenuhi ruang demi mengundang (rasa) kesenian sebelum menuliskan sesuatu di atas kertas. Sebagai kesimpulan, puisi membutuhkan hati untuk mampu berdansa dengan gaya, untuk bernyanyi di sepanjang kata-kata yang mengalir, dimana kisah berbisik dari telinga ke telinga, dan mengijinkan jiwa untuk berenang ke laut kesenian.

Kamis, 14 Oktober 2010

8 Pengalaman Hidup

Berikut 8 poin yang tak sabar lagi untuk keluar dari isi pikiran, hati, dan hidup yang kujalani selama ini. 8 poin ini merupakan kumpulan pengalaman hidup pribadi maupun orang yang ada disekitar saya. Selama menjalani masa pacaran yg penuh dengan pahit manis yang bercampur aduk, banyak hal yang saya pelajari. Ini hanyalah sebagian kecil dari pengalaman yang ada, semoga membantu kita semua. Siapa tahu poin-poin ini dapat menjadi panduan, pegangan maupun masukan bagi siapa saja yang membutuhkan…

1. Jika kamu (wanita) dan seorang lelaki mempunyai perasaan yang sama, alias “suka sama suka”, belum tentu ia adalah pasangan yg tepat untukmu. Karena “perasaan suka” tidak dapat menjadi dasar dan menepis semua hal lain yang dibutuhkan dari seorang pasangan yang tepat. Buat wanita yang seringkali mengandalkan perasaan, jangan tergesa-gesa membuat sebuah keputusan. Begitu pula dengan laki-laki, jgn terlalu mudah “pacaran atas dasar suka” sebelum mengetahui luar dalamnya.

2. Sering orang berkata, “Masa pacaran adalah masa untuk mencari pasangan yg terbaik, jadi kalau aku gonta-ganti pacar, nggak papakan? Namanya juga proses pencarian..”Sungguh pandangan yang menurutku aneh. Justru masa mencari pasangan yang terbaik adalah “masa bersahabat”. Bersahabatlah sebanyak-banyaknya, kenali semua kandidat yang mungkin saja suatu hari nanti akan menjadi pasanganmu. Sedangkan masa pacaran adalah masa dimana kamu berkomitmen mengenali pasangan kamu lebih dalam, membangun hubungan yang serius, serta membicarakan masa depan (meski kamu masih muda, tapi justru baik jika memiliki planning masa depan yang baik, bukan berarti kamu mau nikah muda, dsbnya). Grow up! everything must be in your planning.. jangan berjalan sesuai dengan aliran air yang nggak tahu akan membawa kamu kemana perginya.

Coba pikir kalau kamu memegang prinsip masa pacaran adalah masa pencarian, berapa banyak pasangan yang akan kamu ‘uji coba’? berapa banyak pihak yang akan kamu sakiti? dan begitu juga dengan diri sendiri tersakiti, jatuh bangun dalam berpacaran, kuliah terganggu, dsbnya. Justru pencarian itu terdapat pada masa bersahabat, dan akan meminimalisir pihak-pihak yang tersakiti.

3. Jika kamu tidak yakin akan menikah dengan orang ini suatu saat nanti, maka kamu juga nggak bisa semudah itu mengambil keputusan untuk berpacaran dengan orang tersebut. Salah satu teman saya awalnya berpacaran dengan seseorang yang berbeda kepercayaan. Yahh hanya pacaran kok, toh aku juga nggak akhirnya akan nikah sama dia, begitu awal pikirannya. Hanya untuk mengisi kekosongan hati kurasa. Sadar atau tidak, wanita itu haus dengan perhatian laki-laki (baru kusadari ketika membaca buku “every young women’s battle”). Hanya saja kadang wanita suka menggunakan cara yang salah demi tercapainya kehausan akan perhatian. Salah satunya ya dengan mengisi status pria didalam hidupnya tanpa mikir panjang. Ahkirnya sampai sekarang hidup berlanjut dengan dilema, terlanjur sayang, hubungan sudah berjalan lama, tetapi terdapat perbedaan agama. Nggak cuma agama, bisa juga orangtua yang nggak menyetujui, akhirnya hubungan terpaksa harus terputus ditengah jalan. Yang sakit siapa? Kamu dan pacarmu. Jadi, kalau tidak yakin akan menikah dengan dia, kenapa harus coba-coba untuk pacaran? Jangan berpikir, ahhh ngapain pikir jauh-jauh, akukan masih muda gitu lho.. Keputusanmu hari ini menentukan masa depanmu, sayang.

Setelah menonton film “What May Come” saya semakin terkagum-kagum, dan merasa sangat kecil jika dibandingkan dengan prinsip yang dipegang tokoh utama wanita di film tersebut. Seorang wanita seharusnya jangan begitu mudah menyerahkan hatinya untuk seorang pria. Hati wanita begitu rapuh, rentan tersakiti, jadi jika kamu tidak menyerahkannya kepada orang yang tepat, siap-siaplah untuk tersakiti dikemudian hari. Sebelum yakin dengan orang yang akan menjadi calon pasanganmu, jangan menaruh keyakinan untuk menaruh hatimu padanya…

Saya ingat perkataan salah seorang sister, “jika tidak yakin, jangan terlalu serius pacarannya..” Namun sebenarnya pernyataan yang tepat adalah “jika tidak yakin, jangan berani untuk pacaran dan akhirnya tersakiti,,” T.T biarpun tidak serius dalam menjalani suatu hubungan, akuilah wanita sangat lemah dengan perasaannya..

4. Mengambil keputusan di masa tenang. Jika dikampus ada yang namanya “minggu tenang”, yaitu jatah waktu yang diberikan kampus kepada mahasiwa untuk mempersiapkan ujian semester. Nah, ketika kamu ingin mengambil keputusan apakah akan menjalani hubungan pacaran dengan seseorang, milikilah masa tenang terlebih dahulu. Hal ini untuk menghindari pengambilan keputusan yang hanya mengandalkan perasaan tanpa adanya logika.

Ambil waktu dimana kamu tidak bertemu dengan si dia, atau jalan bareng, atau melakukan aktivitas lainnya bersama, sehingga perasaan suka mu tidak mendominasi pikiranmu. Bisa dalam waktu seminggu, sebulan, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan. Rentang waktu tentu saja tidak mutlak, bergantung pada diri orangnya masing-masing. Yang penting sampai kamu benar-benar bisa menenangkan perasaan dan menjaga hati tetap murni. Tentu saja satu hal yang penting, doakan itu, tanya Tuhan. Jangan mengambil keputusan sendiri jika kamu mengaku sebagai orang yang ber-Tuhan. Hal yang juga sangat penting, belajar membedakan suara keinginan hatimu dengan keinginan Tuhan.

5. Jangan mengambil keputusan tanpa masukan dan pendapat orang lain. Taik kambing serasa coklat, Cinta itu buta, de el el… Semua perkataan itu sebenarnya mau menggambarkan perasaan cinta menggebu-gebu yang bisa menutup mata hati kita dari kenyataan yang sesungguhnya. Tanyakan pendapat orang-orang yang mengenal kalian berdua secara luar dalam. Jangan menanyakan kepada orang yang sama sekali tidak mengenal calon pasanganmu dan juga yang tidak mengenal kamu sama sekali. Karena hasilnya akan: SAMA SAJA… Atau tidak ada satu orang pun yang mengenalmu dan calon pasanganmu secara bersamaan? Itu sudah menjadi salah satu gejala hubungan tak sehat. Namun bisa segera mengenalkannya bukan? Menanyakan kepada orang-orang yang sudah mengerti dan pernah menjalani proses berpacaran itu. Seseorang yang sudah banyak memakan “pakit manis”nya cinta. Jangan sok kuat dan menjalani semuanya sendiri.

Saya ingat perkataan ibu gembala dalam suatu pengajaran sister, “saya memilih untuk belajar dari pengalaman orang lain, daripada mencoba-cobanya sendiri” (kira-kira begitulah inti perkataanya). Daripada kamu jatuh bangun, sakit-sakit sendiri? Lebih baik miliki buku panduan dari orang-orang yang berkompeten, bukan?

6. Pria suka yang minim? Ingat iklan salah satu parfum pria di televisi? Banyak wanita tertipu dengan pandangan itu. Wanita sering mengira dengan berpakaian yang minim dan sexy, justru pria akan semakin kesengsem dengannya. Sadarlah, betapa bodohnya pemikiran itu. Awalnya juga saya mengira pria itu sangat suka wanita yg sexy-sexy. Tapi ternyata memang godaan terbesar pria adalah dari pandangan visual matanya. Jadi kalau kamu mau membawa seorang pria jatuh ke dalam dosa, silakan berpakaianlah seminim mungkin dihadapannya. Dijamin manjur dan TOP MARKOTOP! Tetapi apakah pria akan mempertimbangkan untuk membangun hubungan yang serius dengan wanita seperti itu? Setelah membaca beberapa buku yang ditulis pakar yang berpengalaman mengenai “relationship” serta menanyakannya kepada beberapa pria terdekat, jawabannya adalah: TIDAK. Pria tidak suka wanita ‘gampangan’. Gampang mengekspos tubuhnya, gampang berlenggak lenggok mencari perhatian pria. Pria memang suka melihat yang indah, yang sexy, tapi bukan yang gampangan.

Nah ketika seorang wanita ingin berpakaian, bijaklah jika ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Apakah saya berpakaian untuk mencari perhatian orang disekitar saya?” Jika jawabannya tidak, silakan, karena pakaian itulah yang akan menggambarkan jati dirimu.
jangan bertanya pertanyaan yang berkompromi seperti, “Apakah pakaian saya terlalu menampakkan bagian yang tak seharusnya menjadi konsumsi publik?” akan ada banyak jawaban yang mengkompromikan batasan yang berbeda-beda.

Godaan pakaian minimmu justru akan membuat laki-laki tertantang dan tergoda untuk membangun hubungan yang “tak serius” denganmu. Dan ketika seorang laki-laki meminta ‘lebih’, sering wanita merasa menjadi korban dari lelaki.
Wanita suka berkata, “Kami wanita tidak akan mengalami pencobaan ini, jika laki-laki tak meminta lebih dan melakukan hal yang aneh-aneh.”
Namun, tahukah kamu apa yang sebenarnya dipikiran sisi lelaki? seorang lelaki menanggapi, “kami kaum lelaki takkan berusaha keras menghadapi cobaan dan godaan ini jika saja wanita mau menghormati dirinya dengan berpakaian rapi dan tidak minim,”

7. Hubungan jarak jauh? Wah soal hubungan jarak jauh, saya masih belum tahu jelas… :)
Saya hanya bisa berpendapat ada dua poin penting dalam hubungan jarak jauh: Komitmen berkomunikasi yang baik dan secara continue (bisa dengan telepon, sms, atau bergantian bekunjung namun harus secara kontinu). Yang kedua adalah miliki mentor (seseorang yang bisa menjadi penengah diantara kalian ketika terjadi masalah). Dari sisi wanita, ada satu, serta di sisi lelaki juga. Jadi ada dua mentor yang saling memonitorin hubungan jarak jauh kalian. Bukan kontrol, tapi monitor, membantu melihat hal-hal yang kadang tak bisa dilihat oleh diri sendiri.

8. Ketika wanita mengoceh, dan pria terdiam. Ini sudah pasti dalam keadaan dimana wanita berkata-kata tiada henti sedangkan pria lebih memilih untuk diam. Wanita bagaimanapun ingin mengungkapkan isi hatinya, apa yang ia rasakan atas sesuatu hal yang telah pria lakukan dan wanita menganggap itu hal yang salah. Namun terkadang karena menggunakan cara yang salah, sehingga pria memilih diam, karena mengganggap “kalau dijawab pasti dianggap salah lagi”. Padahal mungkin saja maksud si pria bukanlah seperti yang ditanggap wanita.

Akhirnya ketika wanita selesai berkata-kata, pria tidak memberikan respon, semakin luarbiasalah perasaan wanita yang geram dan tersinggung atas perlakukan pria. Hehehe… sungguh dua sosok yang berbeda.. Ketika tidak menyadari hal ini, yang ada adalah sama-sama tersakiti dan menyakiti. Lebih baik sadari terlebih dahulu bahwa wanita dan pria berbeda.
God Love You.. :) just reliaze that God love you and want the best partner for you.. so don’t choose the wrong partner based on your heart and your own desire. Saya teringat perkataan Pastor Harvey Walker, bahwa pasangan yang tepat akan membuatmu semakin bertumbuh, menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, menjadi semakin dekat dengan-Nya. Namun pasangannya yang salah hanya akan membebani, membuat kita tak bersemangat, semakin buruk, dan semakin jauh dari Tuhan. Tuhan nggak mungkin kasih sesuatu yang akan menjauhkan dirimu dari-Nya. :)

Sekian catatan kecil sederhana ini, hanya pendapat dan pelajaran yang saya dapatkan. Semua pasti sudah mengalami atau akan mengalaminya suatu saat nanti. Mohon maaf jika ada poin yang berbeda prinsip dengan Anda.. :) Karena semua pure datang dari kehidupan dan pengalaman disekitar… tentu saja Anda dapat memberikan komentar, kritikan, dan masukan kepada saya :) Dengan senang hati saya menunggu..

Rabu, 13 Oktober 2010

Sejarah Islam Di Indonesia

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal…” (QS. Yusuf ayat 111).
Sangat penting mempelajari sejarah dakwah Islam di Indonesia. Sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an ayat 111 bahwa mempelajari sejarah terdapat ibrah (pelajaran). Dengan memepelajari sejarah di masa lampau, kita dapat mengambil pelajaran untuk di masa yang akan datang dibuat perencanaan atau konsep yang lebih baik khususnya untuk dakwah di tanah air kita, Indonesia. Sesuai dengan hadist Rasulullah “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini “.
Bahasa merupakan nilai tertinggi dari suatu peradaban. Suatu bangsa dipengaruhi nilai tertentu jika bahasanya dipengaruhi oleh nilai tersebut. Bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab (bahasa Al-Qur’an) contohnya kata ibarat yang kata dasarnya dari ibrah ini yang bermakna pelajaran dan masih banyak lagi bahasa indonesia yang berasal dari bahasa Arab. Ini membuktikan bahwa budaya Indonesia sudahdipengaruhi oleh budaya islami.
Sejarah masuknya Islam di Indonesia melalui babak – babak yang penting:
1. Babak pertama, abad 7 masehi (abad 1 hijriah).
Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para Dai yang datang ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir Nusantara.
Sejak awal Islam tidak pernah membeda-bedakan fungsi seseorang untuk berperan sebagai dai (juru dakwah). Kewajiban berdakwah dalam Islam bukan hanya kasta (golongan) tertentu saja tetapi bagi setiap masyarakat dalam Islam. Sedangkan di agama lain hanya golongan tertentu yang mempunyai otoritas menyebarkan agama, yaitu pendeta. Sesuai ungkapan Imam Syahid Hasan Al-Bana “ Nahnu du’at qabla kulla syai“ artinya kami adalah dai sebelum profesi-profesi lainnya.
Sampainya dakwah di Indonesia melalui para pelaut-pelaut atau pedagang-pedagang sambil membawa dagangannya juga membawa akhlak Islami sekaligus memperkenalkan nilai-nilai yang Islami. Masyarakat ketika berbenalan dengan Islam terbuka pikirannya, dimuliakan sebagai manusia dan ini yang membedakan masuknya agama lain sesudah maupun sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh masuknya agama Kristen ke Indonesia ini berbarengan dengan Gold (emas atau kekayaan) dan glory (kejayaan atau kekuasaan) selain Gospel yang merupakan motif penyebaran agama berbarengan dengan penjajahan dan kekuasaan. Sedangkan Islam dengan cara yang damai.
Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternata dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke Irian jaya.
2. Babak kedua, abad 13 masehi.
Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam diberbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya didaerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur turun kewibawaannya karena konflik internal. Hal ini dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga yang membina di wilayah tersebut bersama Raden Fatah yang merupaka keturunan raja-raja Majapahit untuk mendirikan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yaitu kerajaan Demak. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pula kerajaan-kerajaan Islam yang lainnya, walaupun masih bersifat lokal.
Pada abad 13 Masehi ada fenoma yang disebut dengan Wali Songo yaitu ulama-ulama yang menyebarkan dakwah di Indonesia. Wali Songo mengembangkan dakwah atau melakukan proses Islamisasinya melalui saluran-saluran:
  • a) Perdagangan
  • b) Pernikahan
  • c) Pendidikan (pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam. Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
  • d) Seni dan budaya
Saat itu media tontonan yang sangat terkenal pada masyarakat jawa kkhususnya yaitu wayang. Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Yang menjadi ciri pengaruh Islam dalam pewayangan diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawam seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.
Para Wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam Islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak jaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
  • e) Tasawwuf
Kenyatan sejarah bahwa ada tarikat-tarikat di Indonesia yang menjadi jaringan penyebaran agama Islam.
3. Babak ketiga, masa penjajahan Belanda.
Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda kedaerah Nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya yakni VOC, semejak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Saat itu antar kerajaan-kerajaan Islam di nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.
Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para Ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, mengubah pesantren-pesantren menjadi markas-markas perjuangan, santri-santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya. Hampir seluruh wilayah di Indonesia yang melakukan perlawanan terhadap penjajah adalah kaum muslimin beserta ulamanya.
Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan-kerajaan Islam yang syair-syairnya berisikan perjuangan. Ulama-ulama menggelorakan Jihad melawan kaum kafir yaitu penjajah Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:
  • Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan Ulama dengan adat contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
  • Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universitas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah, dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin yang akan melakukan ibadah Haji karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan terhadap penjajahan.
4. Babak keempat, abad 20 masehi
Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh dari Al-Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh lagi oleh orang-orang Belanda. Yang mendapat pendidikanpun tidak seluruh masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-¬pemimpin pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, seorang kaum priyayi yang karena memegang teguh Islam maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai buruh pabrik gula. Ia adalah seorang inspirator utama bagi pergerakan Nasional di Indonesia. Serikat Islam di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Serikat Islam lainnya ialah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi seperti lahirnya Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga-lembaga ke-Islaman tersebut tergabung dalam MIAI (Majelis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi untuk memecah-belah kesatuan kekuatan umat oleh pemerintahan Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu (Departemen Agama). Jepang meneruskan strategi yang dilakukan Belanda terhadap umat Islam. Ada seorang Jepang yang faham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia memotong koordinasi ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat terbodohi.
Pemerintahan pendudukan Jepang memberikan fasilitas untuk kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjuti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan lebih mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan, Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagram Jakarta merupakan konsensus tertinggi untuk menggambarkan adanya keragaman Bangsa Indonesia yang mencari suatu rumusan untuk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang kontroversi dalam piagam ini yaitu penghapusan “7 kata “ lengkapnya kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan kepada Ketuhan Yang Maha Esa.
Babak kelima, abad 20 & 21.
Pada babak ini proses dakwah (Islamisasi) di Indonesia mempunyai ciri terjadinya globalisasi informasi dengan pengaruh-pengaruh gerakan Islam internasional secara efektif yang akan membangun kekuatan Islam lebih utuh yang meliputi segala dimensinya. Sebenarnya kalau saja Indonesia tidak terjajah maka proses Islamisasi di Indonesia akan berlangsung dengan damai karena bersifat kultural dan membangun kekuatan secara struktural. Hal ini karena awalnya masuknya Islam yang secara manusiawi, dapat membangun martabat masyarakat yang sebagian besar kaum sudra (kelompok struktur masyarakat terendah pada masa kerajaan) dan membangun ekonomi masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa kota-kota pelabuhan (pusat perdagangan) yang merupakan kota-kota yang perekonomiannya berkembang baik adalah kota-kota muslim. Dengan kata lain Islam di Indonesia bila tidak terjadi penjajahan akan merupakan wilayah Islam yang terbesar dan terkuat. Walaupun demikian Allah mentakdirkan di Indonesia merupakan jumlah peduduk muslim terbesar di dunia, tetapi masih menjadi tanda tanya besar apakah kualitasnya sebanding dengan kuantitasnya.

Masjid Yellowknife Gempar Adanya Gambar Nabi Muhammad

Kepolisian Kanada (Royal Canadian Mounted Police – RCMP) Yellowknife sedang menyelidiki apa yang umat Muslim kota tersebut anggap menjadi sebuah kejahatan yang berlatar belakang kebencian setelah sebuah gambar yang mendeskripsikan Nabi Muhammad ditemukan di tempat peribadatan mereka.
Nur Ali mengatakan kepada kantor berita CBC News bahwa ia masuk ke dalam Pusat Islam Yellowknife untuk sholat pada pagi hari Senin waktu setempat ketika ia melihat gambar yang ditempelkan ke pintu yang biasa digunakan para wanita untuk masuk ke dalam pusat Islam tersebut.
Ali mengatakan bahwa gambar tersebut menunjukkan wajah dari seorang pria yang berjenggot mengenakan sebuah surban dan memiliki mata “seperti orang yang gila.” Nama Muhammad, tokoh nabi terhormat dalam Islam, ada di bawah diagram tersebut.
Umat Muslim lainnya yang melihat gambar tersebut, seperti Gailani Dawoud, mengatakan bahwa gambar tersebut dilem ke pintu. Sejak gambar tersebut dilepaskan dari pintu, gambar tersebut diberikan kepada RCMP untuk analisis.
“Ini adalah sejenis gambar dari sebuah komputer, bukan gambar tangan,” Dawoud mengatakan pada Selasa waktu setempat.
Islam melarang penggambaran visual dari Nabi Muhammad. Di beberapa negara, hal ini adalah sebuah pelanggaran yang dapat dihukum mati.
“Hal ini sangat serius,” Ali mengatakan. “Jika Anda ingat beberapa tahun silam, salah satu penerbit di Denmark, ia melakukan sesuatu yang seperti ini dan seluruh dunia, ada sebuah demonstrasi, dan orang-orang bahkan mati karena hal itu.”
Pada September 2005, harian Denmark Jyllands-Posten mencetak sebuah serial kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad, menggambarkan fitur tersebut sebagai sebuah tantangan bagi banyak penerimaan sensor yang dilakukan sendiri oleh seniman yang berhubungan dengan Islam dan Nabi Muhammad.
Beberapa Muslim percaya adanya penggambaran Nabi – baik dalam sebuah cara sorotan yang positif atau negatif – adalah penghinaan karena hal ini dapat menginspirasi pemujaan berhala.
Kartun tersebut memicu kemarahan internasional ketika harian lain di seluruh Eropa – dan kemudian di seluruh dunia – mencetak ulang kartun tersebut pada tahun 2006. Banyak demonstrasi yang menentang kartun tersebut menjadi kekerasan di beberapa lokasi, dengan para pemrotes terbunuh dan berbagai kedutaan besar diserang.
RCMP Yellowknife mengatakan pada kantor berita CBC pada selasa waktu setempat bahwa mereka sedang menginvestigasi situasi tersebut dengan para petugas yang melakukan peninjauan ulang pada gambar tersebut dan menanyai para tetangga apakah mereka telah melihat sesuatu yang mencurigakan.
Polisi tidak mengkonfirmasi apakah kasus tersebut diperlakukan sebagai sebuah kasus kejahatan yang berlatar belakang kebencian atau sebuah kasus pengrusakan. Siapa saja yang memiliki informasi diminta untuk menghubungi RCMP Yellowknife atau CrimeStoppers.
Sementara itu, para anggota dari Pusat Islam Yellowknife mengatakan bahwa mereka merencanakan untuk memasang tiga atau empat kamera keamanan di sekitar fasilitas tersebut pada akhir tahun ini.
Ali mengatakan bahwa tidak pernah dalam masa empat tahun ia tinggal di Yellowknife ia mengalami diskriminasi atau kebencian karena agamanya.
Ia mengatakan bahwa ia percaya kejadian tersebut terisolasi dan penduduk Yellowknife menerima umat Muslim. (Suaramedia.com)

Selasa, 12 Oktober 2010

Zina Menurut Hukum Islam

Zina menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah Persetubuhan yang dilakukan oleh bukan suami istri, menurut Kamus Islam zina artinya hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan di luar perkawinan; tindakan pelacuran atau melacur, dan menurut Ensiklopedia Alkitab Masa Kini zina artinya hubungan seksual yang tidak diakui oleh masyarakat.
Zina merupakan perbuatan amoral, munkar dan berakibat sangat buruk bagi pelaku dan masyarakat, sehingga Allah mengingatkan agar hambanya terhindar dari perzinahan :
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. QS. 17:32
Allah juga memberikan jalan untuk menghindari perzinahan yaitu dengan berpuasa, menjaga pandangan dan memakai Jilbab bagi perempuan, dan Allah juga memberikan ancaman yang luar biasa bagi pelaku zina agar hambanya takut untuk melakukan zina :

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera. QS. 24:2
Maka ketika hukum Islam dijalankan, hasilnya sangat fantastis, perbuatan zina dan amoral betul-betul sangat minim dan masyarakatnya menjadi masyarakat yang baik. Amatilah dengan teliti dan obyektif sejak pemerintahan Rasulullah SAW hingga saat ini, ketika diterapkan hukum Islam secara utuh, maka terciptalah masyarakat yang baik.
Tetapi bila kita menengok hukum zina dalam Alkitab, yang tampak adalah adanya kontradiksi antara keras hukumannya dan tidak dihukum.
Zina Dalam Pandangan Islam
Di dalam Islam, zina termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dapat dilihat dari urutan penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq, Allah berfirman: “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan: 68). Imam Al-Qurthubi mengomentari, “Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada dosa yang lebih besar setelah kufur selain membunuh tanpa alasan yang dibenarkan dan zina.” (lihat Ahkaamul Quran, 3/200). Dan menurut Imam Ahmad, perbuatan dosa besar setelah membunuh adalah zina.
Islam melarang dengan tegas perbuatan zina karena perbuatan tersebut adalah kotor dan keji. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, seorang ulama besar Arab Saudi, berkomentar: “Allah Swt telah mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut syara’, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya”. (lihat tafsir Kalaam Al-Mannan: 4/275)
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, “Firman Allah Swt yang berbunyi: “Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi” (QS.Al-Maidah: 33), menjadi dalil bahwa inti dari perbuatan zina adalah keji dan tidak bisa diterima akal. Dan, hukuman zina dikaitkan dengan sifat kekejiaannya itu”. Kemudian ia menambahkan, “Oleh karena itu, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32) (lihat At-Tafsir Al-Qayyim, hal 239)
Oleh karena itu, Islam telah menetapkan hukuman yang tegas bagi pelaku zina dengan hukuman cambuk seratus kali bagi yang belum nikah dan hukuman rajam sampai mati bagi orang yang menikah. Di samping hukuman fisik tersebut, hukuman moral atau sosial juga diberikan bagi mereka yaitu berupa diumumkannya aibnya, diasingkan (taghrib), tidak boleh dinikahi dan ditolak persaksiannya. Hukuman ini sebenarnya lebih bersifat preventif (pencegahan) dan pelajaran berharga bagi orang lain. Hal ini mengingat dampak zina yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dalam konteks tatanan kehidupan individu, keluarga (nasab) maupun masyarakat.
Hukuman zina tidak hanya menimpa pelakunya saja, tetapi juga berimbas kepada masyarakat sekitarnya, karena murka Allah akan turun kepada kaum atau masyarakat yang membiarkan perzinaan hingga mereka semua binasa, berdasarkan sabda Rasulullah saw: “Jika zina dan riba telah merebak di suatu kaum, maka sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa azab Allah.” (HR. Al-Hakim). Di dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda: “Ummatku senantiasa ada dalam kebaikan selama tidak terdapat anak zina, namun jika terdapat anak zina, maka Allah Swt akan menimpakan azab kepada mereka.” (H.R Ahmad).
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa zina adalah salah satu penyebab kematian massal dan penyakit tha’un. Tatkala perzinaan dan kemungkaran merebak dikalangan pengikut Nabi Musa as, Allah Swt menurunkan wabah tha’un sehingga setiap hari 71.000 orang mati (lihat Ath-Thuruq Al-Hukmiyah fii As-Siyaasah Asy-Syar’iyyah, hal 281). Kemungkinan besar, penyakit berbahaya yang dewasa ini disebut dengan HIV/AIDS (Human Immunodefienscy Virus/Acquire Immune Defisiency Syindrome) adalah penyakit tha’un (penyakit mematikan yang tidak ada obatnya di zaman dulu) yang menimpa ummat terdahulu itu. Na’uu zubilahi min zalik..semoga kita tidak ditimpakan musibah ini.
Melihat dampak negatif (mudharat) yang ditimbulkan oleh zina sangat besar, maka Islampun mengharamkan hal-hal yang dapat menjerumuskan kedalam maksiat zina seperti khalwat, pacaran, pergaulan bebas, menonton VCD/DVD porno dan sebagainya, berdasarkan dalil sadduz zari’ah. Hal ini perkuat lagi dengan kaidah Fiqh yang masyhur: “Al wasilatu kal ghayah” (sarana itu hukumnya sama seperti tujuan) dan kaidah: “Maa la yatimmul waajib illa bihi fahuwa waajib” (Apa yang menyebabkan tak sempurnanya kewajiban kecuali dengannya maka ia menjadi wajib pula).
Dan berdasarkan makna tersurat dalam firman Allah: “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’: 32). Maka secara mafhum muwafaqah, maknanya adalah mendekati zina saja hukumnya dilarang (haram), terlebih lagi sampai melakukan perbuatan zina, maka ini hukumnya jelas lebih haram.
Inilah rahasia kesempurnaan agama Islam dan misinya yang menjadi rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi segenap penghuni dunia). Islam sangat memperhatikan kemaslahatan ummat manusia, baik dalam skala individu, sosial (masyarakat), maupun Negara. Selain itu, Islam juga menolak dan melarang segala kemudharatan (bahaya) yang dapat menimpa pribadi, masyarakat dan Negara. Prinsip ini dalam ilmu Ushul Fiqh dikenal dengan maqashid syar’i (maksud dan tujuan syariat). Dalam prinsip maqashid syari’, ada 5 hal pokok dalam kehidupan manusia (adh-dharuriyatul al-khamsah) yang wajib dijaga dan pelihara yaitu: hifzu ad-diin (menjaga agama), hifzu an-nafs (menjaga jiwa), hifzu al-aql (menjaga akal), hifzu maal (menjaga harta) dan hifzu an-nasl (menjaga keturunan). Untuk memelihara lima pokok inilah syariat Islam diturunkan. Oleh sebab itu, menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk menjaga adh-dharuriyaat al-khamsah ini berdasarkan nash-nash Al-Quran dan hadits, dengan mentaati setiap perintah dan larangan di dalam nash-nash tersebut.
Solusi permasalahan moral ini
Islam adalah agama fitrah yang mengakui keberadaan naluri seksual. Di dalam Islam, pernikahan merupakan bentuk penyaluran naluri seks yang dapat membentengi seorang muslim dari jurang kenistaan. Maka, dalam masalah ini nikah adalah solusi jitu yang ditawarkan oleh Rasulullah saw sejak 14 abad yang lampau bagi gadis/perjaka.
Selain itu, penerapan syariat Islam merupakan solusi terhadap berbagai problematika moral ini dan penyakit sosial lainnya. Karena seandainya syariat ini diterapkan secara kaffah (menyeluruh dalam segala aspek kehidupan manusia) dan sungguh-sungguh, maka sudah dapat dipastikan tingkat maksiat khalwat, zina, pemerkosaan dan kriminal lainnya akan berkurang drastic, seperti halnya di Arab Saudi. Survei membuktikan, kasus kriminal di Arab Saudi paling sedikit di dunia.
Orang tua pun sangat berperan dalam pembentukan moral anaknya dengan memberi pemahaman dan pendidikan islami terhadap mereka. Orang tua hendaknya menutup peluang dan ruang gerak untuk maksiat ini dengan menyuruh anak gadisnya untuk berpakaian syar’i (tidak ketat, tipis, nampak aurat dan menyerupai lawan jenis). Memberi pemahaman akan bahaya pacaran dan pergaulan bebas. Dalam konteks kehidupan masyarakat, tokoh masyarakat dapat memberikan sanksi tegas terhadap pelaku zina sebagai preventif (pencegahan). Jangan terlalu cepat menempuh jalur damai “nikah”, sebelum ada sanksi secara adat, seperti menggiring pelaku zina ke seluruh kampung untuk dipertontonkan dan sebagainya. Selain itu, majelis ta’lim dan ceramah pula sangat berperan dalam mendidik moral masyarakat dan membimbing mereka.
Begitu pula sekolah, dayah dan kampus sebagai tempat pendidikan secara formal dan informal mempunyai peran dalam pembentukan moral pelajar/mahasiwa. Dengan diajarkan mata pelajaran Tauhid, Al-Quran, Hadits dan Akhlak secara komprehensif dan berkesinambungan, maka para pelajar/mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi seorang muslim yang cerdas intelektualnya, namun juga cerdas moralnya (akhlaknya).
Peran Pemerintah dalam amal ma’ruf nahi munkar mesti dilakukan. Pemerintah diharapkan mengawasi dan menertibkan warnet-warnet, salon-salon, kafe-kafe dan pasangan non-muhrim yang berboncengan. Karena, bisa memberi celah dan ruang untuk maksiat ini. Mesti ada tindak pemblokiran situs-situs porno sebagaimana yang diterapkan di Negara Islam lainnya seperti Arab Saudi, Iran, Malaysia dan sebagainya.
Pemerintah Aceh hendaknya bersungguh menegakkan syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah ini, dengan membuat Qanun-Qanun yang islami, khususnya Qanun Jinayat (hukum pidana) dengan sanksi yang tegas, demi terciptanya keamanan, kenyamanan dan ketentraman di Aceh. Di samping itu, konsep pendidikan Islami mesti segera dirumuskan dan diterapkan di Aceh. Sebagai solusi atas kegagalan dan kelemahan sistim pendidikan selama ini yang tidak mendidik moral generasi bangsa. Tidak ada pilihan lain, pendidikan Islami sudah menjadi pilihan dan priotitas di Aceh seperti yang diamanatkan dalam renstra Qanun pendidikan untuk segera diterapkan dan juga merupakan solusi terhadap permasalahan moral generasi bangsa.[]

MENUTUP RAMBUT BAGI WANITA

Telah menjadi suatu ijma’ bagi kaum Muslimin di semua negara
dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama,
ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa rambut wanita itu
termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di
hadapan orang yang bukan muhrimnya.
Adapun sanad dan dalil dari ijma’ tersebut ialah ayat
Al-Qur’an:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya, …”
(Q.s. An-Nuur: 31).

Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah swt. telah melarang
bagi wanita Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya.
Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama,
baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa
rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan
ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan
perhiasan yang tidak tampak.
Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, “Allah swt. telah
melarang kepada kaum wanita, agar dia tidak menampakkan
perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang
tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Perhiasan yang lahir (biasa tampak)
ialah pakaian.” Ditambahkan oleh Ibnu Jubair, “Wajah”
Ditambah pula oleh Sa’id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, “Wajah,
kedua tangan dan pakaian.”
Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata,
“Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan
dan cincin termasuk dibolehkan (mubah).”
Ibnu Atiyah berkata, “Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai
dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan untuk
tidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah
dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada
bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena
darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan.”
Berkata Al-Qurthubi, “Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik
sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di
waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya
salat, ibadat haji dan sebagainya.”
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma’ binti Abu
Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma’
sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah saw.
memalingkan muka seraya bersabda:
“Wahai Asma’! Sesungguhnya, jika seorang wanita
sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi
dirinya menampakkannya, kecuali ini …” (beliau
mengisyaratkan pada muka dan tangannya).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa
rambut wanita tidak termasuk perhiasan yang boleh
ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.
Allah swt. telah memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin,
dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang
biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah
“kain untuk menutup kepala,” sebagaimana surban bagi
laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli
tafsir. Hal ini (hadis yang menganjurkan menutup kepala)
tidak terdapat pada hadis manapun.
Al-Qurthubi berkata, “Sebab turunnya ayat tersebut ialah
bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup kepala dengan
akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang,
sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka,
Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu
dada dan lainnya.”
Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata,
“Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah.”
Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya
untuk menutupi apa yang terbuka.
Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak
dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai
kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah
r.a. lalu berkata, “Ini amat tipis, tidak dapat
menutupinya.”

Mengenal ALLAH Melalui Asma Ul Husna

Mengenal ALLAH Melalui Asma Ul Husna
dari Buku Menyingkap Tabir-tabir Ilahi
Prof. DR. M. Quraish Shihab
Manusia betapapun kuasa dan kuatnya pasti suatu ketika mengalami ketakutan, kecemasan dan kebutuhan. Memang pada saat kekuasaan dan kekuatan itu menyertainya, banyak yang idak merasakan sedikit keubuthanpun, tetapi ketika kekuasaan dan kekuatan meninggalkannya, ia merasa takut atau cemas dan pada saat itu ia membutuhkan ‘sesuatu’ yang mampu menghilangkan ketakutan dan kecemasannya itu. Boleh jadi pada tahap awal ia mencari ‘sesuatu’ itu pada makhluk, tetapi jika kebutuhannya tidak terpenuhi, pastilah pada akhirnya ia akan mencari dan bertemu dengan kekuatan yang berada di luar alam raya. Itulah Tuhan dengan bermacam-macam nama yang disandang-Nya. Dialah yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan manusia, menutupi kekuarangannya, menghilangkan kecemasannya dan sebagainya yang merupakan kebutuhan makhluk. Apa yang dikemukakan di atas, dikonfirmasikan oleh Al Quran antara lain dengan firmanNya :
“Wahai seluruh manusia, kamu adalah orang-orang yang butuh kepada Allah dan Allah adalah Maha Kaya (tidak butuh), lagi Maha terpuji” (QS. Al Fathir 35: 15).
Siapa atau Apa Tuhan ?

Jika Anda ingin berinteraksi dengan seseorang, tentulah Anda perlu mengenalnya, siapa dia serta apa nama maupun sifat-sifatnya ? Tuhan yang mencipta, yang diharapkan bantuanNya serta yang kepadaNya bertumpu segala sesuatu, pastilah lebih perlu dikenal.
“Yang melihat/mengenal Tuhan, pada hakekatnya hanya melihatNya melalui wujud yang terhampar di bumi serta yang terbentang di langit. Yang demikian itu adalah penglihatan tidak langsung serta memerlukan pandangan hati yang tajam, akal yang cerdas lagi kalbu yang bersih. Mampukah Anda dengan membaca kumpulan syair seorang penyair, atau mendengar gubahan seorang komposer,.. dengan melihat lukisan pelukis atau pahatan pemahat, – mampukah Anda dengan melihat hasil karya seni mereka, mengenal mereka tanpa melihat mereka secara langsung ? Memang Anda bisa mengenal selayang pandang tentang mereka, bahkan boleh jadi melalui imajinasi, Anda dapat membayangkannya sesuai dengan kemampuan Anda membaca karya seni, namun Anda sendiri pada akhirnya akan sadar bahwa gambaran yang dilukiskan oleh imajinasi Anda menyangkut para seniman itu, adalah bersifat pribadi dan merupakan ekspresi dari perasaan Anda sendiri. Demikian juga yang dialami orang lain yang berhubungan dengan para seniman itu, masing-masing memiliki pandangan pribadi yang berbeda dengan yang lain. Kalaupun ada yang sama, maka persamaan itu dalam bentuk gambaran umum menyangkut kekaguman dalam berbagai tingkat. Kalau demikian itu adanya dalam memandang seniman melalui karya-karya mereka, maka bagaimana dengan Tuhan, sedang Anda adalah setetes dari ciptaanNya ?” (Abdul Karim Alkhatib, dalam Qadiyat Al-Uluhiyah Bainal Falsafah wad Din).
Kalau Anda masih berkeras untuk mengenalnya maka lakukanlah apa yang dikemukakan di atas tetapi yakinlah bahwa hasilnya akan jauh lebih sedikit dari apa yang Anda peroleh ketika ingin mengenal para seniman itu. Bukankah hasil karya mereka terbatas, itupun belum tentu semuanya dapat Anda jangkau – sedang hasil karya Tuhan sedemikian banyak sehingga mana mungkin Anda akan mampu mengenal-Nya walau pengenalan yang serupa dengan pengenalan terhadap seniman-seniman itu.
Sebenarnya jika Anda mau, ada jalan yang tidak berliku-liku, tidak pula jauh jaraknya. Pandanglah matahari ketika akan terbenam, bentangkanlah maata ke samudera lepas, Anda akan terkagum-kagum oleh keindahan dan keagungannya dan pada akhirnya Anda akan sampai kepada pengenalan Ilahi. Atau ambillah satu makhluk Tuhan ! Mari mendengar suara wahyu yang menjelaskan : ” Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. Amat lemahlah yang merampas (lalat) dan amat lemah pula yang akan merebut, (manusia) ” (QS. Al Hajj 22:73).
Apakah setelah ini, Anda masih akan menjawab tuntas dengan akal pikiran Anda apa dan siapa Tuhan ? Tapi yakinlah bahwa apa yang diinformasikan oleh akal Anda hanya setetes dari samudera. Kalaulah semua hasil pemikiran manusia dikumpul, maka itupun hanya bagaikan sedetik dari waktu yang terbentang ini.
Karena itu ketika Abu Bakar AshShiddiq ditanya ” Bagaimana Engkau mengenal Tuhanmu?” Beliau menjawab “Aku mengenal Tuhan melalui Tuhanku. Seandainya Dia tak ada, Aku tak mengenal-Nya”. Selanjutnya ketika beliau ditanya, “Bagaimana Anda mengenal-Nya?” Beliau menjawab, “Ketidakmampuan mengenalNya adalah pengenalan”.
Tetapi apakah dengan demikian persoalan telah selesai ? Jelas tidak, karena kita ingin berinteraksi denganNya, kita tidak hanya ingin patuh, tetapi juga kagum dan cinta. Jika demikian, dibutuhkan proses pengenalan.
Dalam Quran, Allah tidak diperkenalkan sebagai sesuatu yang bersifat materi, karena jika demikian pastilah ia berbentuk, dan bila berbentuk pasti terbatas dan membutuhkan tempat, dan ini menjadikan Dia bukan Tuhan karena Tuhan tidak membutuhkan sesuatu dan tidak pula terbatas. Disisi lain pasti juga – bila demikian – Dia ada di satu tempat dan tidak ada di tempat lain. Pasti Dia dapat dilihat oleh sebagian dan tidak terlihat oleh sebagian yang lain. Semua ini akan mengurangi kebesaran dan keagunganNya, bahkan bertentangan dengan idea tentang Tuhan yang ada dalam benak manusia.
Tapi ini bukan berarti bahwa Al Quran memperkenalkan Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat ide atau immaterial, yang tidak dapat diberi sifat atau digambarkan dalam kenyataan, atau dalam keadaan yang dapat dijangkau akal manusia. Karena jika demikian, bukan saja hati manusia tidak akan tenteram terhadapNya, akalnyapun tidak dapat memahamiNya, sehingga keyakinan tentang wujud dan sifat-sifatNya tidak akan berpengaruh pada sikap dan tingkah laku manusia.
Karena itu Al Quran menempuh cara pertengahan dalam memperkenalkan Tuhan. Dia, menurut Al Quran antara lain Maha Mendengar, Maha Melihat, Hidup, Berkehendak, Menghidupkan dan Mematikan, dan bersemayam di atas Arsy, Tangan Allah diatas tangan mereka (manusia) bahkan Nabi saw menjelaskan bahwa Dia bergembira, berlari dan sebagainya yang kesemuanya mengantar manusia kepada pengenalan yang dapat terjangkau oleh akal, atau potensi-potensi manusia. Namun demikian ada juga penjelasan Al Quran yang menyatakan bahwa “Tidak ada yang serupa denganNya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Asy Syura 42:11) sehingga, jika demikian ‘apapun yang tergambar dalam benak, atau imajinasi siapapun tentang Allah maka Allah tidak demikian’. Dengan membaca dan menyadari makna ayat ini, luluh semua gambaran yang dapat dijangkau oleh indra dan imajinasi manusia tentang zat Yang Maha Sempurna itu.
Ali bin Abi Thalib pernah ditanya oleh sahabatnya Zi’lib Al yamani, “Amirul mukminin, apakah engkau pernah melihat Tuhanmu ? Apakah aku menyembah apa yang tidak kulihat ?” , jawab beliau. “Bagaimana engkau melihatNya ?”, “Dia tidak dapat dilihat dengan pandangan mata, tetapi dijangkau oleh akal dengan hakekat keimanan”.
Al Asma’ul Husna
Kalau sifat-sifat baik dan terpuji yang disandang manusia/makhluk seperti hidup, kuasa/mampu, pengetahuan, pendengaran, penglihatan, kemuliaan, kasih sayang, pemurah, perhatian dan sebagainya maka pastilah Yang Maha Kuasa pun memiliki sifat-sifat baik dan terpuji dalam kapasitas dan substansi yang lebih sempurna, karena jika tidak demikian, apa arti kebutuhan manusia kepadaNya ?
Terdapat empat ayat yang menggunakan redaksi “Al Asma’ul Husna’, yaitu :
QS. Al A’raf 7 :180
“Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”
QS. Al Isra’ 17 : 110
“Katakanlah : serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asmaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”
QS. Thaha 20:110
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al asmaul husna (nama-nama yang terbaik).”
QS. Al Hashr 59:24
“Dialah Allah yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Kata Al Asma adalah bentuk jamak dari kata Al-Ism yang biasa diterjemahkan dengan ‘nama’. Ia berakar dari kata assumu yang berarti ketinggian, atau assimah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus dijunjung tinggi.
Apakah nama sama dengan yang dinamai, atau tidak, bukan disini tempatnya diuraikan perbedaan pendapat ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan menyita energi itu. Namun yang jelas bahwa Allah memiliki apa yang dinamaiNya sendiri dengan Al Asma dan bahwa Al Asma itu bersifat husna.
Kata al husna yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlatif ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja baik, tetapi juga yang terbaik bila dibandingkan dengan yang baik lainnya, apakah yang baik selainNya itu wajar disandangNya atau tidak.Sifat Pengasih –misalnya- adalah baik. Ia dapat disandang oleh makhluk/manusia, tetapi karena bagi Allah nama yang terbaik, maka pastilah sifat kasihNya melebihi sifat kasih makhluk, dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Disisi lain sifat pemberani merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia namun sifat ini tidak wajar disandang Allah karena keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani sehingga tidak mungkin disandangkan kepadaNya. Ini berbeda dengan sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan tetapi sifat kesempurnaan manusia ini tidak mungkin pula disandangNya karena ini mengakibatkan adanya unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, disamping menunjukkan kebutuhan, sedang hal tersebut mustahil bagiNya.
Demikianlah kata Husna menunjukkan bahwa nama-namaNya adalah nama-nama yang amat sempurna tidak sedikitpun tercemar oleh kekurangan.
Nama/sifat-sifat yang disandangNya itu, terambil dari bahasa manusia, namun kata yang digunakan saat disandang manusia pasti selalu mengandung makna kebutuhan serta kekurangan, walaupun ada diantaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan tersebut dan ada pula yang dapat dipisahkan. Keberadaan pada satu tempat atau arah, tidak munkgin dapat dipisahkan dari manusia dan dengan demikian ia tidak disandangkan kepada Tuhan, karena kemustahilan pemisahannya itu. Ini berbeda dengan kata “kuat”. Bagi manusia, kekuatan diperoleh melalui sesuatu yang bersifat materi yakni adanya otot-otot yang berfungsi baik, dalam arti kita membutuhkan hal tersebut untuk memiliki kekuatan. Kebutuhan tersebut tentunya tidak sesuai dengan kebesaran Allah, sehingga sifat kuat buat Tuhan hanya dapat dipahami dengan menyingkirkan dari nama/sifat tersebut hal-hal yang mengandung makna kekurangan atau kebutuhan itu.
ALLAH
Allah adalah nama Tuhan yang paling populer. Para ulama dan pakar bahasa mendiskusikan kata tersebut antara lain apakah ia memiliki akar kata atau tidak. Sekian banyak ulama yang berpendapat bahwa kata “Allah” tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk kepada zat yang wajib wujudNya, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan dan yang kepadaNya seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan bermohon. Tetapi banyak ulama berpendapat bahwa kata “Allah” asalnya adalah “Ilah” yang dibubuhi huruf alif dan lam, dan dengan demikian Allah merupakan nama khusus karena itu tidak dikenal bentuk jamaknya sedang Ilah adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jamak (plural) Alihah. Dalam bahasa Indonesia, keduanya dapat diterjemahkan dengan tuhan, tetapi cara penulisannya dibedakan. Yang bersifat umum ditulis dengan huruf kecil god/tuhan, dan yang bermakna khusus ditulis dengan huruf God/Tuhan.
Alif dan lam yang dibubuhkan pada kata Ilah berfungsi menunjukkan bahwa kata yang dibubuhi itu (dalam hal ini kata Ilah) merupakan sesuatu yang telah dikenal dalam benak. Kedua huruf tersebut disini sama dengan The dalam bahasa Inggris. Kedua huruf tambahan itu menjadikan kata yang dibubuhi menjadi ma’rifat atau definite (diketahui/dikenal). Pengguna bahasa Arab mengakui bahwa Tuhan yang dikenal oleh benak mereka adalah Tuhan Pencipta, berbeda dengan tuhan-tuhan alihah (bentuk jamak dari Ilah) yang lain. Selanjutnya dalam perkembangan lebih jauh dan dengan alasan mempermudah, hamzat yang berada antara dua lam yang dibaca (i) pada kata Al Ilah tidak dibaca lagi sehingga berbunyi Allah dan sejak itulah kata ini seakan-akan telah merupakan kata baru yang tidak memiliki akar kata sekaligus sejak itu pula kata Allah menjadi nama khusus bagi Pencipta dan Pengatur Alam raya yang wajib wujudNya.
Sementara ulama berpendapat bahwa kata “Ilah” yang darinya terbentuk kata “Allah”, berakar dari kata Al-Ilahah, Al-Uluhah, dan Al-Uluhiyah yang kesemuanya menurut mereka bermakna ibadah/penyembahan, sehingga “Allah” secara harfiah bermakna Yang Disembah. Ada juga berpendapat bahwa kata tersebut berakar dari kata “alaha” dalam arti mengherankan atau “menakjubkan” karena segala perbuatan/ciptaanNya menakjubkan atau karena bila dibahas hakekatnya akan mengherankan akibat ketidaktahuan makhluk tentang hakekat zat Yang Maha Agung itu. Apapun yang terlintas di dalam benak menyangkut hakekat zat Allah maka Allah tidak demikian.
Ada juga yang berpendapat bahwa kata “Allah” terambil dari akar kata “Aliha Ya’lahu” yang berarti “tenang”, karena hati menjadi tenang bersamaNya, atau dalam arti “menuju” dan “bermohon”, karena harapan seluruh makhluk tertuju kepadaNya dan kepadaNya jua makhluk bermohon.
Memang setiap yang dipertuhan pasti disembah, dan kepadanya tertuju harapan dan permohonan, lagi menakjubkan ciptaannya, tetapi apakah itu berarti bahwa kata “Ilah” dan juga “Allah” secara harfiah bemakna demikian ? Apakah Al Quran menggunakannya untuk makna “yang disembah” ?
Para ulama yang mengartikan Ilah dengan “yang disembah” menegaskan bahwa Ilah adalah segala sesuatu yang disembah, baik penyembahan itu tidak dibenarkan oleh akidah Islam; seperti terhadap matahari, bintang, bulan manusia atau berhala; maupun yang dibenarkan dan diperintahkan oleh Islam, yakni zat yang wajib wujudNya yakni Allah swt. Karena itu, jika seorang Muslim mengucapkan “laa ilaha illa Allah” maka dia telah menafikan segala tuhan kecuali Tuhan yang namaNya, Allah. QS Al A’raf 7:127 yang dibaca ‘wayazaraka wa ilahataka’. Kata (Ilahataka) dalam bacaan ini adalah ganti dari kata Alihataka yang berarti sesembahan dan yang merupakan bacaan yang syah dan populer. Ada juga yang berpendapat Ilah adalah “Pencipta, Pengatur, Penguasa alam raya, yang di dalam genggaman tanganNya segala sesuatu”. Misalnya firman Allah dalam surat Al Anbiya 2:22. “Seandainya di langit dan dibumi ada ilah-ilah kecuali Allah, niscaya keduanya akan binasa “. Pembuktian kebenaran pernyataan ayat di atas, baru dapat dipahami dengan benar apabila kata Ilah diartikan sebagai Pengatur serta Penguasa Alam Raya yang di dalam genggaman tanganNya segala sesuatu.
Betapapun terjadi perbedaan pendapat itu namun agaknya dapat disepakati bahwa kata “Allah” mempunyai kekhususan yang tidak memiliki oleh kata selainnya; ia adalah kata yang sempurna huruf-hurufnya, sempurna maknanya, serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya,… sehingga sementara ulama menyatakan bahwa kata itulah yang dinamai “ismullah al-a’zam” (nama Allah yang paling mulia), yang bila diucapkan dalam doa, Allah akan mengabulkannya.
Dari segi lafaz terlihat keistimewaannya ketika dihapus huruf-hurufnya. Bacalah kata Allah dengan menghapus huruf awalnya, akan berbunyi Lillah dalam arti milik/bagi Allah; kemudian hapus huruf awal dari kata Lillah itu akan terbaca “Lahu..” dalam arti bagiNya selanjutnya hapus lagi huruf awal dari “lahu” akan terdengar dalam ucapan Hu yang berarti Dia (menunjuk Allah) dan bila inipun dipersingkat akan dapat terdengar suara Ah yang sepintas atau pada lahirnya mengandung makna keluhan tetapi pada hakekatnya adalah seruan permohonan kepada Allah. Karena itu pula sementara ulama berkata bahwa kata “Allah” terucapkan oleh manusia sengaja atau tidak sengaja, suka atau tidak. Itulah salah satu bukti adanya fitrah dalam diri manusia sebagaimana diuraikan pada bagian awal tulisan ini. Al Quran juga menegaskan bahwa sikap orang-orang musyrik ,
“Apabila kamu bertanya kepada mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi, pastilah mereka berkata Allah” (QS. Azzumar 39:38).
Dari segi makna dapat dikemukakan bahwa kata Allah mencakup segala sifat-sifatNya, bahkan Dialah yang menyandang sifat-sifat tersebut, karena itu jika Anda berkata, “Ya Allah” maka semua nama-nama/sifat-sifatNya telah dicakup oleh kata tersebut. Di sisi lain jika Anda berkata Ar Rahiim (Yang Maha Pengasih) maka sesungguhnya yang Anda maksud adalah Allah demikian juga jika Anda berkata : Al Muntaqim (yang membalas kesalahan) namun kandungan makna Ar Rahiim tidak mencakup pembalasanNya, atau sifat-sifatNya yang lain. Itulah salah satu sebab mengapa dalam syahadat seseorang harus menggunakan kata “Allah” ketika mengucapkan Asyhadu an La Ilaha Illa Allah dan tidak dibenarkan mengganti kata Allah tersebut dengan nama-namaNya yang lain, seperti Asyhadu An La Ilaha illa ArRahman Ar Rahim.